Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI MANOKWARI
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Penggugat Tergugat Status Perkara
4/PHI/2015/PN Mnk Robby Tuhumury Pimpinan PT. HERISON IRIANA, Perusahaan Kayu Lapis Pengiriman Berkas Kasasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 30 Jul. 2015
Klasifikasi Perkara Pemutusan Hubungan Kerja Tanpa Memperhatikan Hak Pekerja
Nomor Perkara 4/PHI/2015/PN Mnk
Tanggal Surat -
Nomor Surat
Penggugat
NoNama
1Robby Tuhumury
Kuasa Hukum Penggugat
NoNamaNama Pihak
1Drs.Nikolas RahajaanRobby Tuhumury
Tergugat
NoNama
1Pimpinan PT. HERISON IRIANA, Perusahaan Kayu Lapis
Kuasa Hukum Tergugat
Petitum

DALAM PUTUSAN SELA

  1. Bahwa oleh karena pada saat TERGUGAT hendak melakukan PHK.ternyata terlebih dahulu menerbitkan surat skorsing dan surat skorsing mana mengatakan,schorsing ini diberikan untuk keperluan penyelesaian lebih lanjut dan PENGGUGAT menunggu penyelesaian proses tersebut stand by di kantor Serikat (SPSI/SBSI) dan upah dibayar 50 % (lima puluh persen) sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku berdasarkan isi PKB periode tahun 2014-2016
  2. Bahwa sesuai ketentuan pasal 96 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan industrial,Apabila dalam persidangan pertama,secara nyata-nyata pihak pengusaha terbukti tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 155 ayat 3 UU.Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Hakim ketua Sidang harus segera menjatuhkan putusan sela berupa perintah kepada Pengusaha untuk membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh yang bersangkutan
  3. Bahwa didalam pasal 155 ayat 2 dan ayat 3 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyebutkan bahwa selama belum ada penetapan dari lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial maka hubungan kerja tetap dianggap ada dan Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap pasal 155 ayat 2 berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses Pemutusan hubungan Kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima Pekerja/Buruh
  4. Bahwa walau TERGUGAT menerbitkan surat Schorsing ternyata TERGUGAT tidak membayar upah schorsing PENGGUGAT 100 % (seratus persen) sebagaimana diatur dalam pasal 155 ayat 3 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang mewajibkan TERGUGAT tetap membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima PENGGUGAT.
  5. Bahwa ternyata TERGUGAT hanya membayar upah skorsing PENGGUGAT sampai bulan Mei 2014 sebesar 50 % dan upah skorsing PENGGUGAT terhitung sejak bulan Juni 2014 sampai pada saat gugatan ini diajukan belum dibayar oleh TERGUGAT padahal upah skorsing harus tetap dibayar TERGUGAT, Sampai ada putusan/penetapan yang telah berkekuatan hukum tetap.
  6. Bahwa didalam pasal 124 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyebutkan bahwa,Ketentuan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tidak boleh bertentangan dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku,dan dalam hal Isi Perjanjian Kerja Bersama (PKB) bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan Perundang-Undangan.
  7. Bahwa sistim Pembayaran upah/gaji yang berlaku di perusahan TERGUGAT adalah Gaji akan dibayarkan setiap tanggal 20 bulan berjalan dan pada tanggal 21 di bulan yang sama dihitung sebagai tanggal awal PENGGUGAT bekerja untuk kemudian menerima gaji lagi pada tanggal 20 bulan berikutnya.Misalnya Gaji diterima tanggal 20 Julli maka tanggal 21 juli sudah dihitung sebagai tanggal baru dimana gaji akan dibayar lagi pada tanggal 20 Agustus dengan sistim 25 (duapuluh lima) hari kerja
  8. Bahwa Gaji PENGGUGAT yang diterima terakhir pada bulan Mei 2014 adalah sebesar Rp.2,438.500 atau Rp.97.540/hari
  9. Bahwa pada saat PENGGUGAT mulai dischorsing tanggal 20 Maret 2014 sampai pada saat PENGGUGAT menerima gaji pada tanggal 20 April 2014 upah schorsing yang tidak dibayar TERGUGAT 50% adalah sebesar Rp.1.121.710 dengan perhitungan 23 X 97.540 X 50 % karena jumlah hari kerja untuk periode 21 maret sampai dengan tanggal 20 april hanya ada 23 hari kerja (upah skorsing ada di slip gaji pada kolom alpa,ijin,sakit )
  10. Bahwa kemudian pada saat menerima gaji pada tanggal 20 Mei 2014 (Periode pengajian dari tanggal 21 April 2014 sampai tanggal 20 mei 2014) upah skorsing PENGGUGAT yang tidak dibayar 50 % pada saat terima gaji bulan mei 2014 yaitu sebesar Rp.1.121.710 (23 hari kerja)
  11. Bahwa PENGGUGAT telah di Putus hubungan Kerjanya (PHK) sejak tanggal 2 Mei 2014 namun di dalam slip gaji mulai tanggal 2 mei sampai tanggal 20 Mei 2014 PENGGUGAT dianggap alpa (Hitungan gaji yang dilakukan TERGUGAT sangat membingungkan )
  12. Bahwa oleh karena sejak tanggal 21 Maret 2014 sampai dengan tanggal 20 April 2014 kemudian dari tanggal 21 April sampai 20 Mei 2014 upah Schorsing PENGGUGAT hanya dibayar 50 % maka beralasan bagi Majelis Hakim menghukum TERGUGAT untuk membayar/mengembalikan potongan upah schorsing 50 % kepada PENGGUGAT sebesar Rp.2.243.420 dengan perincian gaji 21 maret sampai dengan 20 April 2014 sebesar Rp.1.121.710 dan gaji periode 21 April sampai 20 Mei 2014 sebesar Rp.1,121.710
  13. Bahwa oleh karena sejak bulan Juni 2014 TERGUGAT tidak membayar upah skorsing PENGGUGAT maka bila diperhitungkan sampai dengan didaftarkannya gugatan a quo terdapat 14 (empat belas) bulan upah skorsing yang belum dibayar oleh TERGUGAT .Oleh karena itu PENGGUGAT memohon kepada Majelis Hakim untuk menghukum TERGUGAT membayar upah skorsing PENGGUGAT selama 14 (Empat belas) bulan secara sekaligus sebesar Rp.34.139.000 dengan perhitungan 14 X Rp.2.438.500 terhitung sejak juni 2014 sampai juli 2015 (14 bulan)
  14. Bahwa oleh karena hukum positif tidak membatasi masa berlaku upah schorsing maka selama perkara ini dalam proses hukum TERGUGAT wajib membayar upah skorsing PENGGUGAT sampai putusan berkekuatan hukum tetap dalam perkara aquo dilaksanakan oleh TERGUGAT.Untuk itu beralasan bagi Majelis Hakim menghukum TERGUGAT membayar upah schorsing PENGGUGAT selanjutnya secara tunai setiap bulan terhitung sejak bulan agustus 2015 sampai putusan dalam perkara ini dilaksanakan oleh TERGUGAT (Vide Pasal 155 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003).
  15. Bahwa Pasal 155 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 secara eksplisit tidak mengatur batas waktu schorsing maupun pembayaran upah schorsing.Oleh karena ketentuan tersebut tidak memberi mandat kepada hakim untuk menafsirkan batas pemberian upah schorsing dan upah proses maka ketentuan tersebut berlaku absolut sebagai ketentuan yang mengharuskan pembayaran upah schorsing tanpa batas waktu.

DALAM POKOK PERKARA :

  1. Bahwa PENGGUGAT telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Manokwari pada bulan Desember 2014 dalam perkara Nomor : 15/PDT.SUS-PHI/3014/PN.Mnk.atas nama PENGGUGAT lawan Pimpinan PT.Henrison Iriana (Debitor Pailit)
  2. Bahwa kemudian Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industial pada Pengadilan Negeri Manokwari tanggal 20 februari 2015 telah menjatuhkan putusan menyatakan gugatan PENGGUGAT gugur demi hukum berdasarkan pasal 29 UU.Nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan pembayaran utang dikarenakan PT.Henrison Iriana telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Makasar dalam perkara Nomor : 02/Pdt.Sus.Pailit/2014 pada tanggal 13 Nopember 2014
  3. Bahwa dikarenakan telah diputus Pailit,maka berdasarkan pasal 24 ayat 1 UU.Nomor 37 tahun 2004 PT.Henrison Iriana selaku Debitor pailit demi hukum telah kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.
  4. Bahwa walaupun telah diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Makasar namun hingga saat ini PT.Henrison Iriana (Debitor Pailit) masih tetap beroperasi dan kegiatan produksi masih tetap berjalan seperti biasa dibawah pengawasan Kurator/Balai harta peninggalan.
  5. Bahwa berdasarkan pasal 26 ayat 1 dan ayat 2 Jo.pasal 39 ayat 1 dan ayat 2 UU.Nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan pembayaran utang maka,PENGGUGAT harus mengajukan gugatan kepada Kurator PT.Henrison Iriana.
  6. Bahwa didalam pasal 95 ayat 4 UU.Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan dalam hal perusahan dinyatakan pailit atau di liquidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka,upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya
  7. Bahwa TERGUGAT adalah perusahaan yang bisnis intinya bergerak di bidang kayu lapis/tripleks

  1. Bahwa PENGGUGAT diterima kerja di perusahaan TERGUGAT pada bagian Divisi Personalia dengan jabatan sebagai staff Divisi dengan lama kerja 23 tahun .

  1. Bahwa selama bekerja,upah sebagai salah satu hak PENGGUGAT yang terakhir diterima pada bulan Mei 2014 adalah sebesar Rp.2.438.500

  1. Bahwa semua keterangan mengenai kerja,jabatan serta upah yang diterima setiap bulannya sama-sama telah diakui kebenarannya oleh PENGGUGAT dan TERGUGAT di depan Mediator pada saat mediasi di Kantor Disnakertrans Kabupaten Sorong

  1. Bahwa pada tanggal 17 Februari 2014 PENGGUGAT dan beberapa rekan-rekan karyawan PT.Henrison Iriana datang Ke Kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sorong untuk menanyakan kejelasan mengenai kenaikan UMP tahun 2014

  1. Bahwa sebagai staff Divisi Personalia pada saat itu PENGGUGAT selalu menjadi sasaran pertanyaan karyawan PT.Henrison Iriana terkait Kenaikan UMP tahun 2014 dan untuk menghindari kesalahan dalam memberikan penjelasan maka PENGGUGAT mengajak beberapa karyawan untuk bersama-sama ke Kantor Disnakertrans Kabupaten Sorong guna mendengarkan penjelasan langsung dari Kepala Bidang Hubungan Industrial tentang UMP Papua Barat tahun 2014.

  1. Bahwa kedatangan PENGGUGAT dan beberapa karyawan Ke Disnakertrans Kabupaten Sorong juga ingin mendapat kejelasan mengenai kenaikan upah bagi karyawan yang sudah bekerja diatas 1 (satu) tahun karena di perusahan TERGUGAT belum terbentuk bagian khusus untuk menangani penyusunan struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan,jabatan,masa kerja,pendidikan,dan kompetensi sebagaimana diatur dalam pasal 92 Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : 49/MEN/2004 tentang struktur dan skala upah

  1. Bahwa tindakan PENGGUGAT dan beberapa karyawan ke Disnakertrans Kabupaten sorong menanyakan kejelasan UMP tahun 2014 untuk karyawan yang bekerja dibawah 1 (satu) tahun maupun karyawan yang telah bekerja di atas 1 (satu) tahun ternyata. oleh TERGUGAT dikategorikan telah melakukan kesalahan berat dengan mencemarkan nama baik perusahan pada Disnakertrans Kabupaten sorong ( Keterangan TERGUGAT termuat di dalam anjuran Mediator pada bagian B Keterangan Perusahan poin 3,poin 4 dan poin 5 )

  1. Bahwa pada tanggal 26 Februari 2014 TERGUGAT melaporkan PENGGUGAT ke Polres Kabupaten sorong dengan tuduhan PENGGUGAT telah melakukan Pencemaran Nama baik perusahan.

  1. Bahwa kemudian pada tanggal 20 Maret 2014 pada saat proses penyidikan sedang dilakukan oleh penyidik kepolisian, tanpa menunggu sampai selesainya proses penyidikan TERGUGAT langsung mengeluarkan Surat Schorsing Nomor : 001/SCHORS/PERS/V/2014 atas Nama Robby Tuhumury.

  1. Bahwa alasan TERGUGAT mengeluarkan surat schorsing adalah karena PENGGUGAT telah melakukan pelanggaran berat yaitu mencemarkan nama baik perusahan melalui pernyataan yang disampaikan kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten sorong tanggal 17 Februari 2014 dan selanjutnya dipublikasikan melalui media

  1. Bahwa pada tanggal 2 Mei 2014 atau kurang lebih satu setengah bulan setelah PENGGUGAT,menerima Surat schorsing dan tuduhan pencemaran nama baik sedang dalam proses penyidikan oleh penyidik kepolisisan, TERGUGAT secara sepihak telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap PENGGUGAT melalui surat Nomor :01/29.4.D/Pers/V/2014.

  1. Bahwa di dalam surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) disebutkan bahwa hak-hak PENGGUGAT akan diselesaikan sesuai ketentuan yang berlaku namun sampai saat gugatan ini didaftarkan TERGUGAT belum membayar hak-hak PENGGUGAT

  1. Bahwa menurut TERGUGAT alasan dilakukannya Pemutusan Hubungan Kerja terhadap diri PENGGUGAT adalah dikarenakan PENGGUGAT telah melanggar isi PKB PT.Henrison Iriana Periode tahun 2014-2016 Bab X pasal 34 ayat 8 point (d, f) dan (V) sehingga PENGGUGAT dianggap telah melakukan kesalahan berat sesuai pasal 34 ayat 8 huruf d PKB PT.Henrison Iriana karena menurut TERGUGAT bahwa PENGGUGAT telah mengajak sesama pekerja melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan Hukum,selain itu berdasarkan pasal 34 ayat 8 huruf f PKB PT.Henrison Iriana periode 2014-2016 PENGGUGAT dianggap telah memberikan keterangan yang tidak benar sehingga telah mencemarkan nama baik perusahan.

  1. Bahwa ternyata TERGUGAT telah melakukan tebang pilih sebelum mengeluarkan surat PHK karena ada karyawan lain yang ikut juga ke Disnakertrans Kabupaten sorong menanyakan masalah UMP tahun 2014 bahkan karyawan tersebut secara terang-terangan telah menyampaikan tindakan TERGUGAT yang telah merugikan pekerja/buruh namun yang bersangkutan tidak di Putus Hubungan Kerjanya.

  1. Bahwa jelas tuduhan dan atau dasar alasan yang dipakai oleh pihak TERGUGAT yang menyatakan PENGGUGAT dalam tindakannya dikategorikan telah melakukan kesalahan berat karena telah mengajak karyawan lain melakukan perbuatan melawan hukum serta memberikan informasi atau keterangan yang tidak benar sehingga telah mencemarkan nama baik perusahan adalah tuduhan dari tindakan yang masuk dalam kategori tindak pidana,yang untuk membuktikan apakah tindak pidana itu ada atau tidak ada,dilakukan atau tidak dilakukan,terbukti atau tidak terbukti adalah mutlak menjadi kompetensi peradilan umum yang memakai prinsip-prinsip dalam kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

  1. Bahwa kemudian pada tanggal 19 September 2014 Penyidik Kepolisian Polres Kabupaten sorong mengeluarkan surat Nomor : B1/06/IX/2014/Reskrim Perihal : Pemberitahuan Perkembangan hasil Penyidikan yang isinya menjelaskan bahwa dari hasil penyidikan ternyata PENGGUGAT tidak terbukti melakukan Pencemaran Nama Baik perusahan seperti yang dituduhkan dan dijadikan dasar/alasan TERGUGAT dalam melakukan Pemutusan Hubungan Kerja.

  1. Bahwa dari fakta yang terurai diatas.maka jelaslah bahwa TERGUGAT telah lebih dahulu melakukan Pemutusan Hubungan Kerja sebelum keluarnya hasil penyidikan dari penyidik Kepolisian Polres Kabupaten Sorong

  1. Bahwa seharusnya TERGUGAT tidak Terburu-buru dalam mengeluarkan surat PHK ketika proses penyidikan sedang berlangsung karena didalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : SE-13/MEN/SJ-HK/2005 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi atas hak uji Materiil Undang-Undang Nomor : 13 tahun 2003 khususnya pada poin 3 huruf a menyebutkan : Pengusaha yang akan melakukan PHK dengan alasan Pekerja/Buruh melakukan kesalahan berat teks pasal 158 ayat (1) UU.Nomor 13 tahun 2003 maka PHK dapat dilakukan setelah ada putusan hakim pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

  1. Bahwa salah satu dasar atau alasan TERGUGAT melakukan PHK terhadap PENGGUGAT adalah pasal 34 ayat 8 poin v PKB PT.Henrison Iriana tahun 2014-2016 yang isinya tentang Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : SE-13/MEN/SJ-HK/2005 tentang putusan Mahkamah Konstitusi atas hak uji Materiil UU.Nomor 13 tahun 2003 Khususnya pada point 4 yang menyatakan dalam hal terdapat alasan yang mendesak yang mengakibatkan tidak memungkinkan hubungan kerja dilanjutkan maka Pengusaha dapat menempuh upaya penyelesaian melalui Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial(LPPHI)

  1. Bahwa memperhatikan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor : SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 khususnya pada point 4 maka seharusnya TERGUGAT yang berinisiatif untuk menempuh mekanisme penyelesaian Perselisihan sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan TERGUGAT hanya dibolehkan untuk melakukan PHK setelah ada penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

  1. Bahwa dengan berpatokan pada Surat Edaran Menakertrans Nomor : SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 khususnya pada point 4 maka,seharusnya TERGUGAT yang mengajukan Permohonan Penetapan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan secara tertulis kepada Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya sesuai amanat pasal 152 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003.tentang ketenagakerjaan

  1. Bahwa didalam pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 disebutkan bahwa selama Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial belum menyatakan putus hubumgan kerja,TERGUGAT wajib mempekerjakan PENGGUGAT seperti biasa dengan tetap membayar upah.Ketentuan itu memberi arti bahwa tiada PHK tanpa Penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

  1. Bahwa dengan fakta hukum dan dalil yang terurai diatas maka jelaslah bahwa TERGUGAT telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja yang bertentangan dengan isi Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi atas hak uji materiil Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya pada poin 4 yang digunakan TERGUGAT sebagai dasar Pemutusan Hubungan Kerja.

  1. Bahwa dikarenakan Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan TERGUGAT tanpa ada Putusan Pengadilan sesuai petunjuk dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 maka PHK tersebut harus batal demi hukum.

  1. Bahwa Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan TERGUGAT juga tanpa ada Penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 155 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 sehingga PHK yang telah dilakukan TERGUGAT tidak sah menurut hukum maka dengan sendirinya harus batal demi hukum.

  1. Bahwa sampai tanggal 02 Mei 2014 saat dikeluarkannya surat Pemutusan Hubungan Kerja oleh TERGUGAT,belum pernah ada sosialisasi tentang Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT.Henrison Iriana periode tahun 2014-2016

  1. Bahwa Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT.Henrison Iriana memang telah dicatatkan/didaftarkan ke Disnakertrans Kabupaten Sorong namun hingga saat gugatan ini diajukan PKB dimaksud belum disahkan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sorong sebagai Pejabat yang berwewenang karena masih ada perbaikan pasal-pasal yang bertentangan dengan Undang-Undang.

  1. Bahwa dikarenakan TERGUGAT tidak merubah pasal-pasal Perjanjian Kerja Bersama yang bertentangan dengan Undang-Undang maka pada saat ada pemeriksaan dari Pegawai Pengawas Disnakertrans Kabupaten sorong ditemukan berbagai pelanggaran sehingga Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan langsung mengeluarkan Nota Pemeriksaan.

  1. Bahwa hanya beberapa pasal dalam UU.Nomor 13 tahun 2003 yang membolehkan PHK tanpa pesangon seperti yang diatur dalam pasal 160 pasal 162 dan pasal 168 UU.Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

  1. Bahwa jelas Bab X pasal 34 ayat 8 (f) Perjanjian Kerja Bersama PT.Henrison Iriana tersebut sangat bertentangan dengan pasal 161 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 karena faktanya PENGGUGAT di PHK tanpa ada Surat Peringatan pertama (SP I) surat Peringatan Ke dua (SP.II) dan Surat Peringatan ke tiga (SP.III)

  1. Bahwa didalam pasal 124 ayat (2) Undang-Undang No 13 tahun 2003 secara jelas menyebutkan ?Ketentuan dalam Perjanjian Kerja Bersama tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

  1. Bahwa dalam hal isi Perjanjian Kerja Bersama bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku,maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan Perundang-undangan sesuai pasal 124 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003.

  1. Bahwa selain hal-hal yang telah disebutkan diatas,maka Perjanjian Kerja Bersama PT.Henrison Iriana Periode tahun 2014 ? 2016 tidak sah menurut hukum karena yang berunding dengan TERGUGAT hanya Pengurus Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) tanpa melibatkan Pengurus Komisariat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia yang ada di Perusahaan TERGUGAT sehingga hal mana telah bertentangan dengan pasal 116 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 serta putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 115/PUU-VII/2009 yang amar putusannya menyatakan maksimal 3 organisasi serikat pekerja/serikat buruh atau gabungan serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahan berhak berunding dengan Pengusaha dalam penyusunan PKB

  1. Bahwa dikarenakan tindakan TERGUGAT yang telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan karena selain tanpa putusan Pengadilan Pidana PHK yang dilakukan TERGUGAT juga tanpa ada penetapan dari lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka sudah sepatutnya jika tindakan pemutusan hubungan kerja tersebut dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum (Onrechtmatige daad) sehingga PHK yang dilakukan TERGUGAT harus dinyatakan batal demi hukum;

  1. Bahwa dikarenakan tindakan TERGUGAT yang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pihak PENGGUGAT adalah perbuatan yang melawan hukum dan dengan sendirinya batal demi hukum, maka hubungan kerja harus tetap dianggap ada dan pihak TERGUGAT tetap mempunyai kewajiban membayar hak-hak PENGGUGAT sampai perkara ini telah diputus dan mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkracht van gewijsde);

  1. Bahwa setelah laporan pencemaran nama baik tidak terbukti,TERGUGAT Tetap menolak untuk mempekerjakan kembali PENGGUGAT hal mana terbukti pada saat dimediasi oleh Mediator Disnakertrans Kabupaten sorong pada tanggal 2 oktober 2014 TERGUGAT tetap menolak untuk mempekerjakan kembali PENGGUGAT

  1. Bahwa setelah Penyidik Polres Kabupaten sorong mengeluarkan surat Nomor BI/06/IX/2014/Reskrim tentang pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan yang isinya menyebutkan PENGGUGAT tidak terbukti melakukan tindak pidana pencemaran nama baik maka seharusnya TERGUGAT menerima dan mempekerjakan kembali PENGGUGAT namun rupanya TERGUGAT tetap beranggapan bahwa hasil penyidikan Penyidik Kepolisian Polres Kabupaten sorong tidak sah sehingga Menurut TERGUGAT hasil penyidikan yang dilakukan pegawai Penyidik Perusahan yang tetap dijadikan dasar PHK karena PENGGUGAT terbukti melakukan pencemaran nama baik perusahan (Keterangan TERGUGAT termuat dalam anjuran Mediator huruf B.Keterangan Perusahan pada poin 9 dan poin 10 )

  1. Bahwa berdasarkan fakta hukum dan dalil yang terurai diatas maka jelas bahwa tindakan PHK yang dilakukan TERGUGAT tidak berdasar dan tidak beralasan karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga seharusnya TERGUGAT mempekerjakan kembali PENGGUGAT sesuai ketentuan pasal 170 UU.Nomor 13 tahun 2003 namun TERGUGAT tidak bersedia untuk mempekerjakan kembali PENGGUGAT dan dikarenakan PT.Henrison Iriana telah diputus pailit oleh Pengadilan Niaga makasar pada tanggal 13 nofember 2014 dalam putusan Nomor :02/Pdt.Sus.Pailit/2014 , maka sangatlah patut jika PENGGUGAT menuntut pesangon berdasarkan ketentuan pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 dan segala hak yang timbul dari tindakan TERGUGAT sebagai konsekwensi hukum atas tindakan TERGUGAT yang telah merugikan pihak PENGGUGAT

  1. Bahwa dikarenakan TERGUGAT tidak bersedia mempekerjakan kembali PENGGUGAT sebagaimana keterangan TERGUGAT saat di mediasi,serta PHK dilakukan TERGUGAT sebelum adanya putusan pailit maka, sangatlah patut jika PENGGUGAT berhak menuntut Pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat 2 dan ,1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat 3 dan ayat 4 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 dengan perincian sebagai berikut :

Nama : Robby Tuhumuri

Masa kerja : 23 (duapuluh tiga) tahun

Upah/gaji ; Rp.2.438.500

Ayat 2 Pesangon : 9 X 2 X Rp.2.438.500 = Rp. 43.893.000

Ayat 3 Penghargaan 8 X Rp. 2.438.500 = Rp. 19.508.000

Ayat 4 Pengobatan/Perumahan 15 % (Rp.43.893+Rp 19.508.000) = Rp. 9.510.150

Cuti tahunan tahun 2014 12/30 X Rp.2.438.500 = Rp. 975.400

Jumlah = Rp. 73.886.550

Terbilang (tujuh puluh tiga juta delapan ratus delapan puluh enam ribu lima ratus lima puluh ribu rupiah )

  1. Bahwa dengan fakta hukum dan dalil yang terurai diatas maka PENGGUGAT mohon kepada Majelis Hakim pemeriksa perkara ini untuk menjatuhkan putusan menyatakan TERGUGAT wajib membayar pesangon kepada PENGGUGAT dan menghukum TERGUGAT untuk membayar pesangon yang menjadi hak PENGGUGAT sebesar Rp.73.886.550 (tujuh puluh tiga juta delapan ratus delapan puluh enam ribu lima ratus lima puluh rupiah) yang harus dibayar oleh TERGUGAT secara tunai dan sekaligus selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan atas perkara ini telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

  1. Bahwa dikarenakan ketika gugatan ini diajukan telah melewati hari raya Natal tahun 2014 maka sangat berdasar dan sangat beralasan jika PENGGUGAT memohon kepada Majelis Hakim untuk menyatakan TERGUGAT wajib membayar Tunjangan Hari Raya (THR) tahun 2014 kepada PENGGUGAT dan menghukum TERGUGAT membayar THR PENGGUGAT tahun 2014 sebesar Rp.2.438.500 secara tunai dan sekaligus.

  1. Bahwa selain itu PENGGUGAT mohon agar segala biaya yang timbul akibat dari adanya perkara ini dibebankan kepada pihak TERGUGAT;

Berdasarkan fakta-fakta yuridis (formil maupun materiil) dan pertimbangan-pertimbangan hukum di atas, maka bersama ini PENGGUGAT mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Manokwari untuk berkenan memeriksa serta memutuskan perkara ini yang amar putusannya adalah sebagai berikut :

DALAM PUTUSAN SELA

  1. Mengabulkan tuntutan putusan sela PENGGUGAT tersebut

  1. Menyatakan tindakan TERGUGAT membayar upah skorsing PENGGUGAT 50 % tidak berdasar dan tidak beralasan hukum

  1. Menghukum TERGUGAT membayar kekurangan upah skorsing PENGGUGAT 50 % saat mulai skorsing tanggal 21 Maret sampai dengan 20 April 2014 sebesar Rp.1.121.710.

  1. Menghukum TERGUGAT membayar kekurangan upah skorsing PENGGUGAT 50 % Upah skorsing tanggal 21 april sampai dengan 20 Mei 2014 sebesar Rp.1.121.710

  1. Menghukum TERGUGAT membayar upah skorsing PENGGUGAT sejak bulan juni tahun 2014 sampai dengan bulan Juli 2015 yaitu 14 (Empat belas) bulan upah sebesar Rp.34.139.000 dengan perhitungan 14 X Rp.2.438.500

  1. Menghukum TERGUGAT membayar secara rutin Upah skorsing PENGGUGAT sejak bulan agustus 2015 sampai putusan berkekuatan hukum tetap dalam perkara ini dilaksanakan oleh TERGUGAT

DALAM POKOK PERKARA

  1. Menerima dan mengabulkan gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya

  1. Menyatakan Hubungan Kerja antara TERGUGAT dan PENGGUGAT putus sejak perkara ini diputus

  1. Menghukum TERGUGAT membayar Tunjangan Hari raya Natal Tahun 2014 sebesar Rp.2.438.500 kepada PENGGUGAT

  1. Menghukum TERGUGAT untuk membayar secara tunai dan sekaligus kepada PENGGUGAT uang pesangon dan uang penghargaan,Uang perumahan/pengobatan dan cuti tahunan sebesar Rp.73.886.550 sejak putusan atas perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;

  1. Menghukum TERGUGAT membayar biaya perkara.

Atau

Apabila Majelis Hakim Pemeriksa Perkara ini mempunyai pendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

Pihak Dipublikasikan Ya
Prodeo Ya